googleb2757ebb443295f5 Kebenaran Kristiani: ASPEK FUTURE GAMBAR DIRI

Senin, 10 April 2017

ASPEK FUTURE GAMBAR DIRI

Dengarkan mp3 klik disini : Aspek Future Gambar Diri

Aspek kedua dari gambar diri adalah aspek future atau yang akan datang, yaitu harus menjadi apa atau bagaimana dirinya tersebut (self esteem). Aspek ini sangat diperankan oleh filosofi orang tersebut. Misalnya, kalau seseorang memandang kekayaan adalah nilai tertinggi dalam kehidupan ini, maka bayangan dirinya ke depan adalah menjadi orang kaya. Dalam hal ini cita-cita dan obsesinya adalah menjadi konglomerat atau paling tidak menjadi orang kaya secara materi. Bayangan dalam pikirannya mengenai dirinya pada waktu yang akan datang adalah memiliki rumah bagus, mengendarai mobil mewah, bisa jalan-jalan ke luar negeri, bisa berbelanja di mal, memakai pakaian mahal dan perhiasan, orang menghormatinya dan lain sebagainya. Ia pasti menjadi seorang yang berjiwa materialistis. Menilai segala sesuatu berdasarkan kekayaan atau uang. 

Fakta yang menyedihkan, banyak orang Kristen ke gereja yang orientasi berpikirnya juga masih seputar kekayaan dunia dan pemenuhan kebutuhan jasmani. Mereka adalah orang-orang yang gambar dirinya sudah rusak. Ciri dari orang Kristen seperti ini adalah mereka menganut teologi kemakmuran (prosperity theology). Sejujurnya, pengajaran ini merumuskan bahwa orang yang diberkati adalah orang yang memiliki kekuatan finansial yang tinggi. Keberkenanan di hadapan Tuhan diukur dari berkat jasmani atau harta dunia yang diberikan Tuhan kepada seseorang.

Percakapan dalam gereja selalu mengenai berkat jasmani. Ironisnya mereka berkhotbah mengenai gambar diri, seakan-akan mereka telah menemukan gambar diri yang benar. Di gereja-gereja seperti ini pendeta miskin semestinya tidak boleh berkhotbah, sebab belum memiliki gambar diri yang benar. Pendeta yang aset kekayaannya 10 miliar rupiah barulah bisa berkhotbah dan mengajar pendeta yang aset kekayaannya hanya 1 miliar rupiah. Pendeta yang aset kekayaannya 1 miliar rupiah bisa berkhotbah kepada pendeta yang aset kekayaannya 100 juta rupiah. Pendeta yang aset kekayaannya 100 juta rupiah bisa berkhotbah kepada pendeta yang aset kekayaannya 10 juta rupiah dan seterusnya. Pendeta yang aset kekayaannya 10 juta mestinya tidak pantas berkhotbah kepada pendeta yang aset kekayaannya lebih dari 10 juta.

Kalau seseorang memandang gelar adalah nilai tertinggi, maka ia berusaha mencapai jenjang pendidikan tertentu untuk dapat meraih gelar. Dalam hal ini cita-cita dan obsesinya adalah menjadi seorang yang terhormat di kalangan atau dunia akademis, bisa menjadi dosen, guru besar atau rektor di sebuah perguruan tinggi. Paling tidak dengan gelar tersebut ia dihargai dan dihormati orang lebih dari mereka yang tidak memiliki gelar. Biasanya mereka memandang rendah orang yang tidak memiliki gelar setingkat dengan dirinya, tetapi sebaliknya ia akan sangat menghormati orang yang memiliki gelar lebih tinggi dari dirinya.

Di saat seseorang memandang kedudukan adalah nilai tertinggi kehidupan, ia akan berusaha menjadi orang yang terhormat, baik di gelanggang politik maupun di bidang lain dengan segala cara. Kalau mereka tidak berbudi pekerti baik, maka mereka akan menjadi orang-orang yang berwatak jahat dan licik. Demi kemenangan dalam gelanggang politik atau memenangkan posisi sebagai kepala daerah -seperti bupati, walikota, gubernur, bahkan presiden- mereka bisa berlaku curang dan licik. Mereka bisa mencurangi pemilihan tersebut dengan money politic, black campaign, mengubah hasil perolehan di Komisi Pemilihan Umum dan lain sebagainya.

Mereka juga bisa menggunakan agama sebagai alasan untuk bisa mengalahkan kompetitornya dalam pemilihan Kepala Daerah. Hal ini tentu saja bisa merusak sendi-sendi keutuhan dan persatuan bangsa, tetapi ironinya mereka justru beralasan bahwa semua itu mereka lakukan demi NKRI. Betapa jahat dan liciknya orang-orang seperti itu. Mereka yang sudah memiliki uang hasil korupsi, kemudian menggunakan uangnya untuk memperoleh kedudukan bagi dirinya atau anggota keluarganya. Kalau suatu negara dipenuhi orang-orang seperti ini, maka negara hanya menunggu waktu menjadi seperti banyak negara di Afrika, Timur Tengah dan banyak negara di belahan dunia lainnya.

Di dalam lingkungan gereja, juga terdapat praktik-praktik yang tidak jauh berbeda. Para pemimpin gereja yang gagal mengenakan gambar diri seperti Bapa atau serupa dengan Tuhan Yesus, berkampanye untuk menjadi pimpinan wilayah atau ketua sinode. Bagi mereka, kedudukan itu adalah kehormatan, kebesaran nama diri, kenyamanan atau fasilitas. Tidak heran jika terjadi money politic, black campaign dan berbagai praktik yang mestinya tidak boleh ada di lingkungan keluarga Allah. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pejabat gereja yang gagal memiliki gambar diri yang benar. 

Sumber disini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan menuliskan komentar Anda. Kami akan segera menanggapinya. Terimakasih, Tuhan memberkati.